Dayak Punan Tampilkan Ritual “Mekan Tun Tano” di Festival Budaya Irau Malinau ke-11

Malinau— Dalam rangkaian Festival Budaya Irau ke-11 dan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-26 Kabupaten Malinau, Lembaga Adat Dayak Punan turut menampilkan ragam atraksi seni dan budaya khas mereka. Acara yang berlangsung di Arena Lapangan Pro Sehat, Panggung Budaya Padan Liu Burung, Jumat (17/10) pagi itu menampilkan tarian penyambutan tamu terhormat “Lemarih” hingga ritual adat “Mekan Tun Tano”.

Ritual “Mekan Tun Tano” menggambarkan hubungan manusia dengan alam, di mana tanah (Tano) dan air (Unge) dianggap sebagai sumber kehidupan masyarakat Dayak Punan. Melalui ritual tersebut, masyarakat Punan ingin menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan nilai-nilai leluhur yang diwariskan turun-temurun.

Bupati Malinau, Wempi W. Mawa, dalam sambutannya memberikan apresiasi kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Dayak Punan, atas partisipasi dan kontribusinya dalam menyemarakkan festival. Ia menegaskan bahwa keberhasilan dan kemeriahan Irau tidak terlepas dari semangat persatuan dan kesatuan masyarakat Malinau.

“Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan apresiasi kepada seluruh masyarakat Dayak yang ada di Kabupaten Malinau. Jangan malu terhadap identitas kita. Jadilah masyarakat Dayak yang bangga terhadap budaya kita sendiri,” ujar Bupati Wempi.

Bupati juga memberikan pujian khusus kepada tokoh adat Thomas Hayo yang memimpin ritual “Mekan Tun Tano”. Menurutnya, tidak semua generasi tua Dayak Punan masih memiliki kemampuan untuk melaksanakan ritual tersebut.

“Apa yang dilakukan oleh Pak Thomas Hayo adalah warisan budaya yang sangat berharga. Jadikan ini sebagai peninggalan untuk generasi-generasi yang akan datang, agar sesuatu yang asli ini tidak hilang di masa depan,” tutur Wempi.

Penampilan Dayak Punan menjadi salah satu momen yang paling menarik perhatian pengunjung Festival Irau ke-11 tahun ini. Tradisi yang sarat makna tersebut menjadi bukti nyata bahwa masyarakat Malinau terus berkomitmen menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhur di tengah arus modernisasi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *